Pengembangan dalam bidang pertanian untuk Indonesia Raya

Cari Disini

Friday, 16 October 2015

GENERASI MUDA DAN MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA



 Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda terhadap sektor ini. Itu ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas memilih fakultas pertanian. Apakah ini bukan ancaman bagi masa depan sektor pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa Indonesia?
Rendahnya animo calon mahasiswa untuk memilih jurusan/program studi pertanian disebabkan oleh banyak hal, baik yang berasal dari internal institusi maupun faktor eksternal. Beberapa hal tersebut antara lain:

1. Pertama kesan yang menunjukkan bahwa pertanian selalu berhubungan dengan rakyat kecil, petani tua yang tidak berdaya, bergelut dengan lumpur, panas, kotor, dengan penghasilan rendah dan tidak menjanjikan masa depan, tampaknya tidak mudah untuk dihilangkan. Padahal pada era teknologi seperti sekarang ini, pendidikan pertanian diarahkan untuk menghasilkan teknokrat bahkan enterpreneurship pertanian. Bidang pertanian tidak lagi sempit hanya bercocok tanam di sawah tetapi sudah sangat berkembang teknologinya seperti kultur jaringan, hidroponik, aeroponik, rekayasa genetika, teknologi publikasi pertanian dan sebagainya, yang jauh dari kesan kotor dan tak punya masa depan. Dengan demikian, ruang lingkup pekerjaan sarjana pertanian tidak hanya yang berhubungan dengan budidaya tanaman di lahan tetapi juga lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan agrobisnis, perbankan, sampai wirausaha mandiri.
2. Kedua, publikasi tentang pertanian di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik lebih banyak menampilkan berita tentang kegagalan pertanian seperti banjir, kekeringan, serangan hama, puso, dan sebagainya, sehingga secara tidak langsung menjadi black campaine bagi calon mahasiswa. Ketiga, adalah keberpihakan pemerintah terhadap pertanian yang masih kurang. Penurunan subsidi sarana produksi pertanian yang berimbas pada tingginya harga sarana produksi pertanian, kebijakan bebas bea fiskal bagi import hasil pertanian, kebijakan beras import, tidak adanya insentif bagi petani dan sebagainya adalah contoh kebijiakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani yang pada akhirnya menyebabkan berbagai masalah tingkat kesejahteraan petani yang tidak beranjak naik.

Kondisi tersebut turut mempengaruhi generasi muda di desa yang beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa dan status petani. Anak-anak petani lebih memilih bekerja di kota yang menyebabkan kosongnya kantong-kantong pertanian potensial dan berkurangnya generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas dua, di samping masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya tarik sektor pertanian di Indonesia masih lemah, sehingga banyak lulusan sarjana pertanian yang kurang tertarik terjun ke bidang tersebut, padahal lahan yang tersedia cukup luas. Hal itu terjadi karena paradigma belum berubah, seolah-olah sarjana kerjanya di instansi pemerintah. Padahal, lahan pertanian harus menjadi lokomotif ekonomi yang dapat menghela aneka keahlian lainnya, sehingga merenda pendekatan pembangunan yang sistematik.
Seperti kita ketahui Indonesia memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian ditinjau dari ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, tenaga kerja (melimpah), komoditas beragam, dan kekayaan hayati. Indonesia memiliki lahan luas, yang dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian berkelanjutan. Hal tesebut didukung pula dengan iklim tropis serta banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia. Ditambah lagi dengan daerah bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas pertanian menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan, rempah dan obat, energi nabati, hortikultura (sayur, buah, flora), serta serat alam. Indonesia menjadi salah satu pemasok utama dunia, antara lain, komoditas kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam, dan rempah.


Indonesia adalah salah satu negara pusat megabiodivesitas. Kekayaan hayati merupakan potensi yang dapat digali, dikembangkan, dan diberi nilai ekonomi, untuk mencapai ketahanan pangan, seperti spesies/varietas berproduksi tinggi dan tahan terhadap kondisi lingkungan merugikan, serta berbagai jenis tanaman untuk diversifikasi pangan, pupuk hayati, dan pestisida biologi. Juga menjadi potensi seiring dengan kecenderungan global kembali ke alam, di mana produk-produk tumbuhan (herbal) semakin populer dan memasuki gaya hidup modern (sebagai obat, suplemen, kosmetik dan produk perawatan kecantikan, terapi aroma, relaksasi, serta spa).
Bagi kelangsungan hidup secara berkelanjutan, manusia memilih hasil tumbuhan dalam memenuhi berbagai kebutuhan. Kebutuhan berubah dari waktu ke waktu akibat bertambahnya jumlah permintaan, perubahan keadaan, perubahan selera, dan pasar. Saat ini secara global dunia dihadapkan pada permasalahan krisis pangan dan energi. Jadi, sektor pertanian berpeluang untuk terus berkarya. Yang berarti sektor pertanian layak dikembangkan demi masa depan bangsa.


Berdasarkan potensinya, kekuatan yang menjadi pilar pembangunan Indonesia adalah sektor pertanian ditopang oleh riset, pengembangan, penerapan bioteknologi, serta memperluas dan memperkuat industri berbasis pertanian. Untuk ini, dibutuhkan generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil. Generasi muda dipersiapkan untuk menjadi pelaku wirausaha di berbagai bidang seperti produksi, penyedia sarana produksi, pemasaran hasil, agroindustri, seperti penanganan industri hulu hingga hilir, eksportir, konsultan pertanian, dan konsultan pangan.
Juga untuk menjadi pelaku dan penentu kebijakan di berbagai instansi terkait, seperti departemen, industri makanan dan minuman, perkebunan besar negara dan swasta, serta lembaga pendidikan. Kelompok penyuluh profesional diperlukan untuk mendampingi petani. Petani perlu dibina secara simultan dan profesional untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan manajerial, mendorong petani lebih profesional dan berorientasi pasar, meningkatkan kesadaran dan wawasan petani tentang agrobisnis dan agroindustri.

Pemerintah sebenarnya menyadari sektor pertanian adalah keunggulan kita. Pada tahun 2006, pemerintah memprioritaskan 10 komoditas untuk dikembangkan secara menyeluruh, lima di antaranya komoditas pertanian, yakni kakao, karet, kopi, udang, dan kelapa sawit. Tak kurang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu di awal masa kerjanya, 2004, mengumumkan prioritas pembangunan, dengan urutan pertama sektor pertanian. Namun, banyak permasalahan kita tidak terlepas dari banyaknya kebijakan yang tidak berpihak pada petani dan sektor pertanian, seperti, harga jual dan pasar, ketersediaan dan harga saprotan (seperti pupuk), impor komoditas strategis, pajak ekspor progresif, infrastruktur, dan lain-lain. Apakah ini cukup signifikan berpengaruh terhadap penurunan minat generasi muda terhadap bidang pertanian?
Masa depan bangsa Indonesia ditentukan masa depan pertaniannya. Perlu kita ingat usaha-usaha di sektor ini sudah teruji pada masa krisis pada tahun 1997/1998. Dan sudah sejak dulu Indonesia merupakan negara agraris. Bukankah pada zaman penjajahan para saudagar dari daratan Eropa dan Asia datang ke Indonesia karena hasil bumi kita? Jangan sampai potensi sektor pertanian kita hanya dimanfaatkan dan dinikmati negara lain pada era globalisasi ini. Jangan sampai kita bukan hanya mengimpor produk pertanian, melainkan juga meng-impor ahli (sarjana) pertanian. Sarjana pertanian harus lebih banyak melakukan inovasi dan transformasi dalam bidangnya. Pendekatan konvensional yang selama ini terbukti kurang mampu menjaga ketersediaan pangan, sudah saatnya ditransformasikan ke pendekatan yang lebih modern.
Oleh karena itu, sudah selayaknya segenap komponen untuk saling berpartisipasi mengangkat kembali (revitalisasi) pertanian dan pendidikan pertanian di perguruan tinggi menjadi sebuah prioritas. Akan menjadi sangat ironis, jika sebuah negara agraris yang kaya dengan sumber daya alam, lahan, plasma nutfah dan sumber daya manusia, menjadi negara pengimport bahan pangan, menjadi pasar hasil pertanian negara lain, “dijajah negara lain“ dan menunggu belas kasihan negara lain.
Para pakar pertanian juga harus mampu memposisikan petani sebagai salah satu pelaku pasar yang memiliki nilai tinggi, tidak hanya sebatas sebagai produsen saja. Sepertinya tantangan yang dihadapi semakin berat karena generasi muda kurang berminat dengan bidang ini. Sekali lagi, masa depan sektor pertanian menantikan peran generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil, serta komitmen pemerintah sehingga kelak akan lahir kembali kejayaan pertanian di negeri agraris tercinta ini, insya Allah .........
sumber: http://damzflo.blogspot.co.id/2009/01/generasi-muda-dan-masa-depan-pertanian.html
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Anda Adalah Pengunjung Ke:

Cari Judul yang Asyik

?max-results="+numposts4+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts23\"><\/script>");

Contact Form

Name

Email *

Message *

Stay Connected

Popular Posts

Labels