Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian
muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda terhadap sektor ini. Itu
ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas memilih
fakultas pertanian. Apakah ini bukan ancaman bagi masa depan sektor
pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa Indonesia?
Rendahnya animo
calon mahasiswa untuk memilih jurusan/program studi pertanian disebabkan
oleh banyak hal, baik yang berasal dari internal institusi maupun
faktor eksternal. Beberapa hal tersebut antara lain:
1. Pertama
kesan yang menunjukkan bahwa pertanian selalu berhubungan dengan rakyat
kecil, petani tua yang tidak berdaya, bergelut dengan lumpur, panas,
kotor, dengan penghasilan rendah dan tidak menjanjikan masa depan,
tampaknya tidak mudah untuk dihilangkan. Padahal pada era teknologi
seperti sekarang ini, pendidikan pertanian diarahkan untuk menghasilkan
teknokrat bahkan enterpreneurship pertanian. Bidang pertanian tidak lagi
sempit hanya bercocok tanam di sawah tetapi sudah sangat berkembang
teknologinya seperti kultur jaringan, hidroponik, aeroponik, rekayasa
genetika, teknologi publikasi pertanian dan sebagainya, yang jauh dari
kesan kotor dan tak punya masa depan. Dengan demikian, ruang lingkup
pekerjaan sarjana pertanian tidak hanya yang berhubungan dengan budidaya
tanaman di lahan tetapi juga lembaga penelitian, instansi pemerintah,
perusahaan agrobisnis, perbankan, sampai wirausaha mandiri.
2. Kedua, publikasi tentang pertanian di berbagai media massa baik cetak
maupun elektronik lebih banyak menampilkan berita tentang kegagalan
pertanian seperti banjir, kekeringan, serangan hama, puso, dan
sebagainya, sehingga secara tidak langsung menjadi black campaine bagi
calon mahasiswa. Ketiga, adalah keberpihakan pemerintah terhadap
pertanian yang masih kurang. Penurunan subsidi sarana produksi pertanian
yang berimbas pada tingginya harga sarana produksi pertanian, kebijakan
bebas bea fiskal bagi import hasil pertanian, kebijakan beras import,
tidak adanya insentif bagi petani dan sebagainya adalah contoh
kebijiakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani yang pada
akhirnya menyebabkan berbagai masalah tingkat kesejahteraan petani yang
tidak beranjak naik.
Kondisi tersebut turut mempengaruhi generasi
muda di desa yang beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa
dan status petani. Anak-anak petani lebih memilih bekerja di kota yang
menyebabkan kosongnya kantong-kantong pertanian potensial dan
berkurangnya generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih
membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas dua, di samping
masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian. Hal
tersebut menunjukkan bahwa daya tarik sektor pertanian di Indonesia
masih lemah, sehingga banyak lulusan sarjana pertanian yang kurang
tertarik terjun ke bidang tersebut, padahal lahan yang tersedia cukup
luas. Hal itu terjadi karena paradigma belum berubah, seolah-olah
sarjana kerjanya di instansi pemerintah. Padahal, lahan pertanian harus
menjadi lokomotif ekonomi yang dapat menghela aneka keahlian lainnya,
sehingga merenda pendekatan pembangunan yang sistematik.
Seperti
kita ketahui Indonesia memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian
ditinjau dari ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, tenaga kerja
(melimpah), komoditas beragam, dan kekayaan hayati. Indonesia memiliki
lahan luas, yang dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian
berkelanjutan. Hal tesebut didukung pula dengan iklim tropis serta
banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia. Ditambah lagi
dengan daerah bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas
pertanian menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan, rempah dan obat,
energi nabati, hortikultura (sayur, buah, flora), serta serat alam.
Indonesia menjadi salah satu pemasok utama dunia, antara lain, komoditas
kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam, dan rempah.
Indonesia adalah salah satu negara pusat megabiodivesitas. Kekayaan
hayati merupakan potensi yang dapat digali, dikembangkan, dan diberi
nilai ekonomi, untuk mencapai ketahanan pangan, seperti spesies/varietas
berproduksi tinggi dan tahan terhadap kondisi lingkungan merugikan,
serta berbagai jenis tanaman untuk diversifikasi pangan, pupuk hayati,
dan pestisida biologi. Juga menjadi potensi seiring dengan kecenderungan
global kembali ke alam, di mana produk-produk tumbuhan (herbal) semakin
populer dan memasuki gaya hidup modern (sebagai obat, suplemen,
kosmetik dan produk perawatan kecantikan, terapi aroma, relaksasi, serta
spa).
Bagi kelangsungan hidup secara berkelanjutan, manusia memilih
hasil tumbuhan dalam memenuhi berbagai kebutuhan. Kebutuhan berubah
dari waktu ke waktu akibat bertambahnya jumlah permintaan, perubahan
keadaan, perubahan selera, dan pasar. Saat ini secara global dunia
dihadapkan pada permasalahan krisis pangan dan energi. Jadi, sektor
pertanian berpeluang untuk terus berkarya. Yang berarti sektor pertanian
layak dikembangkan demi masa depan bangsa.
Berdasarkan
potensinya, kekuatan yang menjadi pilar pembangunan Indonesia adalah
sektor pertanian ditopang oleh riset, pengembangan, penerapan
bioteknologi, serta memperluas dan memperkuat industri berbasis
pertanian. Untuk ini, dibutuhkan generasi muda sebagai petani tangguh
atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil. Generasi muda
dipersiapkan untuk menjadi pelaku wirausaha di berbagai bidang seperti
produksi, penyedia sarana produksi, pemasaran hasil, agroindustri,
seperti penanganan industri hulu hingga hilir, eksportir, konsultan
pertanian, dan konsultan pangan.
Juga untuk menjadi pelaku dan
penentu kebijakan di berbagai instansi terkait, seperti departemen,
industri makanan dan minuman, perkebunan besar negara dan swasta, serta
lembaga pendidikan. Kelompok penyuluh profesional diperlukan untuk
mendampingi petani. Petani perlu dibina secara simultan dan profesional
untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan manajerial, mendorong
petani lebih profesional dan berorientasi pasar, meningkatkan kesadaran
dan wawasan petani tentang agrobisnis dan agroindustri.
Pemerintah sebenarnya menyadari sektor pertanian adalah keunggulan kita.
Pada tahun 2006, pemerintah memprioritaskan 10 komoditas untuk
dikembangkan secara menyeluruh, lima di antaranya komoditas pertanian,
yakni kakao, karet, kopi, udang, dan kelapa sawit. Tak kurang dari
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu
di awal masa kerjanya, 2004, mengumumkan prioritas pembangunan, dengan
urutan pertama sektor pertanian. Namun, banyak permasalahan kita tidak
terlepas dari banyaknya kebijakan yang tidak berpihak pada petani dan
sektor pertanian, seperti, harga jual dan pasar, ketersediaan dan harga
saprotan (seperti pupuk), impor komoditas strategis, pajak ekspor
progresif, infrastruktur, dan lain-lain. Apakah ini cukup signifikan
berpengaruh terhadap penurunan minat generasi muda terhadap bidang
pertanian?
Masa depan bangsa Indonesia ditentukan masa depan
pertaniannya. Perlu kita ingat usaha-usaha di sektor ini sudah teruji
pada masa krisis pada tahun 1997/1998. Dan sudah sejak dulu Indonesia
merupakan negara agraris. Bukankah pada zaman penjajahan para saudagar
dari daratan Eropa dan Asia datang ke Indonesia karena hasil bumi kita?
Jangan sampai potensi sektor pertanian kita hanya dimanfaatkan dan
dinikmati negara lain pada era globalisasi ini. Jangan sampai kita bukan
hanya mengimpor produk pertanian, melainkan juga meng-impor ahli
(sarjana) pertanian. Sarjana pertanian harus lebih banyak melakukan
inovasi dan transformasi dalam bidangnya. Pendekatan konvensional yang
selama ini terbukti kurang mampu menjaga ketersediaan pangan, sudah
saatnya ditransformasikan ke pendekatan yang lebih modern.
Oleh
karena itu, sudah selayaknya segenap komponen untuk saling
berpartisipasi mengangkat kembali (revitalisasi) pertanian dan
pendidikan pertanian di perguruan tinggi menjadi sebuah prioritas. Akan
menjadi sangat ironis, jika sebuah negara agraris yang kaya dengan
sumber daya alam, lahan, plasma nutfah dan sumber daya manusia, menjadi
negara pengimport bahan pangan, menjadi pasar hasil pertanian negara
lain, “dijajah negara lain“ dan menunggu belas kasihan negara lain.
Para pakar pertanian juga harus mampu memposisikan petani sebagai salah
satu pelaku pasar yang memiliki nilai tinggi, tidak hanya sebatas
sebagai produsen saja. Sepertinya tantangan yang dihadapi semakin berat
karena generasi muda kurang berminat dengan bidang ini. Sekali lagi,
masa depan sektor pertanian menantikan peran generasi muda sebagai
petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil, serta
komitmen pemerintah sehingga kelak akan lahir kembali kejayaan pertanian
di negeri agraris tercinta ini, insya Allah .........
sumber: http://damzflo.blogspot.co.id/2009/01/generasi-muda-dan-masa-depan-pertanian.html
0 komentar:
Post a Comment